BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dasar negara Indonesia adalah Pancasila. Walaupun negara Indonesia memiliki budaya, hukum, kebiasaan, bahasa, adat istiadat yang beraneka ragam namun Pancasila tetap dijadikan pedoman bangsa ini dalam melangkah. Namun semua itu kini hanya digunakan sebagai label saja. Seluruh rakyat
Tiap isi dari butir-butir dan nilai di dalam Pancasila mengandung suatu sikap dan perintah yang sangat nyata untuk kita patuhi dan kita laksanakan. Dalam setiap perkembangan zaman, dasar Pancasila pasti menempati nilai dalam tataran filsafat kemudian diturunkan ke dalam hal-hal yang bersifat implementatif.
Penanaman Pancasila tidaklah mudah kita praktekkan dalam kehidupan, bahkan nilai Pancasila kini semakin menjauh dari keseharian kita. Pencerminan nilai-nilai dalam Pancasila sangat penting untuk dipegang, untuk mewujudkan suatu kehidupan manusia yang sejati di dunia. Nilai Pancasila mharus bisa ditempatkan sebagaimana mestinya agar Indonesia dapat berideologikan Pancasila.
Dalam penanaman nilai Pancasila pasti menemukan suatu problem dan kita harus mencari solusinya agar negara Indonesia bisa menjadi negara yang berideologikan Pancasila sejati.
B. Perumusan Masalah
Dalam pemaparan ini ditemukan suatu permasalahan yang akan yang harus dicari penyelesaiannya. Permasalahan itu antara lain :
1. Bagaimanakah perjalanan Pancasila sesungguhnya ?
2. Apakah itu Pancasila ?
3. Kandungan nilai apa saja yang ada di dalam Pancasila ?
4. Bagaimana mengimplementasikan Pancasila dari keseharian kita ?
5. Langkah atau solusi apa yang diambil apabila ditemukan suatu permasalahan ?
C. Tujuan
Dalam pemaparan ini diharapkan para pembaca mampu mengetahui nilai Pancasila dan menanamkannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, pemaparan ini juga bertujuan untuk menggali informasi yang mendukung untuk menciptakan negara
BAB II
PEMBAHASAN
A. Liku – Liku Sejarah Perjalanan Pancasila
Di masa kekuasaan Orde Baru Pancasila selalu dijadikan label pada kegiatan dan kebijakannya. Nama Pancasila dicatut untuk menutupi kekuasaan fasis otoriter yang anti rakyat, anti nasional, dan anti demokrasi. Demikianlah dengan pembubuhan kata Pancasila pada “Demokrasi” muncullah apa yang dinamakan “Demokrasi Pancasila”, dengan mana rezim Orde Baru selama 32 tahun telah melakukan tindakan-tindakan yang melanggar Pancasila itu sendiri, UUD 45, HAM dan keadilan.
Di samping itu Orde Baru tidak hanya menjadikan Pancasila sebagai lanel belaka, tapi juga memperalat sedemikian rupa sehingga dengan mudah penguasa bisa mencap seseorang yang berbeda politiknya, melanggar atau mengkhianati Pancasila. Dan bersamaan dengan itu penguasa menyebarkan “momok komunis / komunisme” untuk menakut-nakuti rakyat.
B. Pengertian Pancasila
Secara etimologi istilah Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta. Dalam bahasa Sansekerta Pancasila memiliki arti yaitu :
Panca artinya
Syila artinya batu sendi, alas / dasar
Pancasila adalah dasar filsafat Negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, diundangkan dalam Berita Republik Indonesia Tahun II No. 7 tanggal 15 Februari 1946 bersama-sama dengan Batang Tubuh UUD 1945.
C. Nilai – Nilai Pancasila dan UUD 1945
Pancasila
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Makna sila ini adalah :
− Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
− Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
− Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
− Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
Makna sila ini adalah :
− Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
− Saling mencintai sesama manusia
− Mengembangkan sikap tenggang rasa
− Tidak semena-mena terhadap orang lain
− Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
− Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan
− Berani membela kebenaran dan keadilan
− Bangsa
3. Persatuan
Makna sila ini adalah :
− Menjaga Persatuan dan Kesatuan Negara Kesatuan Republik
− Rela berkorban demi bangsa dan negara
− Cinta akan tanah air
− Berbangga sebagai bagian dari
− Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Makna sila ini adalah :
− Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat
− Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
− Mengutamakan budaya rembug atau musyawarah dalam mengambil keputusan bersama.
− Berembug atau bermusyawarah sampai mencapai consensus atau kata mufakat diliputi dengan semangat kekeluargaan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh
Makna sila ini adalah :
− Bersikap adil terhadap sesama
− Menghormati hak-hak orang lain
− Menolong sesama
− Menghargai orang lain
− Melakukan pekerjaan yang berguna bagi kepentingan umum dan bersama
D. Pancasila Pasca Runtuhnya Soekarno
Pada masa pemerintahan Presiden Kenndy, negara yang paling ditakuti Amerika Serikat ialah
Namun apa yang terjadi sekarang, pasca runtuhnya Soekarno Pancasila hanya menjadi sekedar slogan yang nilai-nilainya dijelentrehkan melalui butir-butir pengamalan, sebagai upaya penguasa untuk lebih mempermudah mengatur dan mengendalikan kekuasaan.
Rakyat dianggap tidak Pancasilais jikalau tidak hafal butir-butir pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila.
Nuansa represifitas dan pengarusutamaan nilai-nilai Pancasila dalam kadar kelisanan tanpa mementingkan penanaman secara hakiki dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila dan nasionalisme pada umumnya.
Setelah Orde Baru gagal menempatkan Pancasila sebagai mana mestinya dan hanya menjadikannya slogan kekuasaan.
E. Problem Dalam Penanaman Nilai-Nilai Pancasila
Selama ini pengajaran dan penanaman nilai-nilai Pancasila memiliki struktural dan kultural. Pada tingkat struktural negara belum memiliki instrument yang memadai untuk mengenalkan Pancasila pada level implementatif sejak dini. Pancasila didesain sebagai kurikulum yang diajarkan di sekolah-sekolah, tetapi tidak mempunyai kekuatan implementatif. Karenanya kurikulum Pancasila seharusnya tidak didesain dengan sekedar tatap muka di dalam kelas, dengan sedikit dialog, melainkan harus lebih implementatif dalam kehidupan sehari-hari, sehingga penanaman nilai-nilai Pancasila akan lebih mengena dan tepat sasaran, bagaimana mengajarkan secara praktis dan memberi contoh untuk menghargai perbedaan, toleransi, tidak korup, tidak sekedar mahfum secara lisan. Pada level kultur, strategi kebudayaan
F. Implementasi Pancasila
Secara formalitas hampir semua rakyat
Nilai ketuhanan belum sepenuhnya diimplementasikan karena kerukunan hidup beragama masih belum sepenuhnya tercipta. Kasus Ambon dan Poso bisa menjadi suatu bukti. Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab masih belum terwujud sepenuhnya, karena masih banyak kekerasan kita saksikan. Nilai persatuan
G. Kembali ke Pancasila
Solusi terbaik untuk mengatasi persoalan-persoalan kebangsaan di atas adalah dengan kembali ke nilai-nilai Pancasila. Pertanyaannya adalah bagaimana cara kembali ke Pancasila ? Pertama, membumikan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Membumikan Pancasila berarti menjadikan nilai-nilai Pancasila menjadi nilai-nilai yang hidup dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu Pancasila yang sesungguhnya berada dalam tataran filsafat harus diturunkan ke dalam hal-hal yang sifatnya implentatif. Sebagai ilustrasi nilai sila kedua Pancasila harus diimplementasikan melalui penegakan hukum yang adil dan tegas. Contoh, aparat penegak hokum (polisi, jaksa dan hakim) harus tegas dan tanpa kompromi menindak para pelaku kejahatan, termasuk koruptor. Jadi membumikan Pancasila salah satunya adalah dengan penegakan hukum secara tegas. Tanpa penegakkan hukum yang tegas, maka Pancasila hanya rangkaian kata-kata tanpa makna dan nilai serta tidak mempunyai kekuatan apa-apa.
Kedua, internalisasi nilai-nilai Pancasila, baik melalui pendidikan formal maupun non formal (masyarakat). Pada tataran pendidikan formal perlu revitalisasi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (dulu Pendidikan Moral Pancasila) di sekolah. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan selam ini dianggap oleh banyak kalangan “gagal” sebagai media penanaman nilai-nilai Pancasila.
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan hanya sekedar menyampaikan sejumlah pengetahuan (ranah kognitif) sedangkan ranah afektif dan psikomotorik masih kurang diperhatikan. Ini berakibat pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan cenderung menjenuhkan siswa. Hal ini diperparah dengan adanya anomaly anatara nilai positif di kelas tidak sesuai dengan apa yang terjadi dalam realitas sehari-hari. Sungguh dua realitas yang sangat kontras dan kontradiktif. Oleh karena itu, pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan harus dikemas sedemikian rupa, sehingga mampu menjadi alat penanaman nilai-nilai Pancasila bagi generasi muda.
Pada tataran masyarakat, internalisasi Pancasila gagal menjadikan masyarakat Pancasilais. Pola penataran P4 yang dipakai sebagai pendekatan rezim Orde baru juga gagal mengantarkan masyarakat Pancasilais. Hal ini disebabkan Pancasila justru dipolitisasi untuk kepentingan kekuasaan. Ketika reformasi seperti saat ini, Pancasila justru semakin jauh dari perbincangan, baik oleh masyarakat maupun para elit politik. Pancasila seakan semakin menjauh dari keseharian kita. Sungguh ironis sebagai bangsa pejuang yang dengan susah payah para pendiri negara (founding father) menggali nilai-nilai Pancasila dari budaya bangsa, kini semakin pudar dan tersisih oleh hiruk pikuk reformasi yang belum mampu menyelesaikan krisis multidimensional yang dialami bangsa dan negara Indonesia. Oleh karena itu perlu dicari suatu model (pendekatan) internalisasi nilai-nilai Pancasila kepada masyarakat yang tepat dan dapat diterima, seperti melalui pendekatan agama dan budaya.
Ketiga, ketauladanan dari para pemimpin, baik pemimpin formal (pejabat negara) maupun informal (tokoh masyarakat). Dengan ketauladanan yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, diharapkan masyarakat luas akan mengikutinya. Hal ini disebabkan masyarakat kita masih kental dengan budaya paternalistic yang cenderung mengikuti perilaku pemimpinnya. Sudah semestinya kita bangga kepada bangsa dan negara
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pemerintah pada masa Orde Baru hanya menjadikan Pancasila sebagai label pada kegiatan dan kebijakannya. Hal tersebut dimanfaatkan untuk menindas rakyat yang berbeda dengan politiknya. Namun pada kenyataannya merekalah yang melanggar nilai yang terkandung dalam Pancasila itu sendiri.
2. Pancasila mengandung nilai-nilai penting yang harus diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat bangsa dan bernegara.
3. Menurut Kenndy Pancasila merupakan sebuah ideology besar, yang mampu mengorbankan semangat ultra nasionalis, sangat toleran, anti korupsi, saling menghargai dan menjunjung tinggi perbedaan.
4. Pasca runtuhnya Soekarno, Pancasila hanya menjadi sekedar slogan yang nilai-nilainya disimpangkan melalui butir-butir pengalaman sebagai upaya penguasa untuk lebih mempermudah mengatur dan mengendalikan kekuasaan.
5. Penanaman nilai-nilai Pancasila memiliki problem struktural dan kultural.
6. Secara formalitas dasar negara
7. Solusi terbaik untuk mengatasi persoalan-persoalan kebangsaan di atas adalah dengan kembali ke nilai-nilai Pancasila.
B. Saran
1. Bangsa
2. Penanaman nilai Pancasila harus silakukan secara implementatif dalam kehidupan sehari-hari dan tidak hanya dijadikan sebagai slogan.
3. Penanaman nilai-nilai Pancasila dilakukan tanpa harus meninggalkan tradisi-tradisi lokal, karena hal tersebut memang sudah terakomodir nilainya melalui Pancasila.
terimakasih.
BalasHapussalam,
bimbel sd
Terimakasih atas infonya
BalasHapus