Anak jalanan
adalah seseorang yang masih belum dewasa (secara fisik dan phsykis) yang
menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan
untuk mendapatkan uang guna mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat
tekanan fisik atau mental dari lingkunganya. Umumnya mereka berasal dari
keluarga yang ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar
kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya
kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif. Kasus-kasus
kekerasan (fisik, psykologis, maupun seksual) yang dialami oleh anak jalanan
hingga terungkap ke publik hanyalah sebuah fenomena “gunung es” dari
kasus-kasus kekerasan yang sebenarnya sering terjadi di dalam kehidupan
anak-anak jalanan. Oleh karena itu, tidaklah terlalu berlebihan bila dikatakan
bahwa anak jalanan senantiasa berada dalam situasi yang mengancam perkembangan
fisik, mental dan sosial bahkan nyawa mereka. Di dalam situasi kekerasan yang
dihadapi secara terus-menerus dalam perjalanan hidupnya, maka pelajaran itulah
yang melekat dalam diri anak jalanan dan membentuk kepribadian mereka.Ketika
mereka dewasa, besar kemungkinan mereka akan menjadi salah satu pelaku
kekerasan. Tanpa adanya upaya apapun, maka kita telah berperan serta menjadikan
anak-anak sebagai korban tak berkesudahan. Menghapus stigmatisasi di atas
menjadi sangat penting. Sebenarnya anak-anak jalanan hanyalah korban dari
konflik keluarga, komunitas jalanan, dan korban kebijakan ekonomi permerintah
yang tidak becus mengurus rakyat. Untuk itu kampanye perlindungan terhadap anak
jalanan perlu dilakukan secara terus menerus setidaknya untuk mendorong
pihak-pihak di luar anak jalanan agar menghentikan aksi-aksi kekerasan terhadap
anak jalanan. Sejak krisis tahun 1998, kegiatan anak jalanan di indonesia
semakin meningkat, mulai di alun-alun, bioskop, jalan raya, simpang jalan,
stasiun kereta api, terminal, pasar, pertokoan, dan mall. Kini, sosok anak-anak
di indonesia tampil dalam kehidupan yang kian tak menggembirakan. Kondisi
anak-anak yang kian terpuruk sudah bisa diliihat dari tampilan fisiknya saja. Pasal 9 ayat (1) UU no 23 tahun 2002
tentang perlindungan anak menyebutkan; “Setiap anak berhak memperoleh
pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat
kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya”. Pemenuhan pendidikan itu
haruslah memperhatikan aspek perkembangan fisik dan mental mereka. Sebab, anak
bukanlah orang dewasa yang berukuran kecil. Anak mempunyai dunianya sendiri dan
berbeda dengan orang dewasa. Kita tak cukup memberinya makan dan minum saja,
atau hanya melindunginya di sebuah rumah, karena anak membutuhkan kasih sayang.
Kasih sayang adalah fundamen pendidikan. Tanpa kasih, pendidikan ideal tak
mungkin dijalankan. Pendidikan tanpa cinta seperti nasi tanpa lauk,menjadi
kering hambar, tak menarik.
Pendidikan pada
hakekatnya bertujuan membentuk karakter anak menjadi anak yang baik. Khusus
untuk anak jalanan pendidikan luar sekolah yang sesuai adalah dengan melakukan
proses pembelajaran yang dilaksanakan